Showing posts with label pendidikan. Show all posts
Showing posts with label pendidikan. Show all posts

Tuesday, November 11, 2014

Akhirnya, Mendikbud Evaluasi Kurikulum 2013


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan akan mengundang para praktisi dan pengamat pendidikan dalam rangka evaluasi menyeluruh atas keberlanjutan Kurikulum 2013 (K-13). Pertemuan itu dilakukan agar evaluasi atas K-13 tidak hanya datang sepihak dari internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Terkait hal itu, pengamat pendidikan dari Unversitas Negeri Jakarta (UNJ) sekaligus anggota Koalisi Pendidikan Jimmy Paat mengatakan K-13 bermasalah secara konsep dan teknis. Implementasi K-13 terlalu dipaksakan, selain itu perubahan dari kurikulum lama menjadi K-13 tidak berdasarkan kajian akademik.

"Pertama, menteri harus tahu bahwa perubahan dari kurikulum sebelumnya itu tidak berdasarkan hasil penelitian. Kurikulum 2013 dikatakan hasil evaluasi kurikulum sebelumnya, tapi sampai saat ini naskah akademiknya tidak ada," kata Jimmy saat dihubungi SP di Jakarta, Senin (10/11).

Jimmy mengatakan K-13 juga bermasalah secara teknis. Menurutnya, pemerintah sangat terburu-buru dalam melaksanakan K-13, sehingga proses percetakan dan distribusi buku menuai masalah.

Dia mengatakan Koalisi Pendidikan dan Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki data terkait ketidaksiapan percetakan untuk mencetak buku K-13 yang jumlahnya mencapai 250 juta buku. Menurutnya, jika satu saja percetakan besar menghentikan produksi buku K-13, maka otomatis pengadaan buku K-13 akan terlambat. Apalagi, tidak semua percetakan memiliki kinerja baik sehingga mengurangi jumlah perusahaan yang mampu mencetak buku K-13.

"Penyebaran buku juga tidak mungkin dilakukan hanya dalam waktu dua bulan," ujar Jimmy.

Sementara itu, Mendikbud Anies Baswedan mengatakan keputusan tentang keberlanjutan K-13 bukan hanya dari pemerintah tapi diharapkan juga dari masyarakat.

"Secara hukum, yang memutuskan pemerintah, tapi ini menyangkut anak-anak kita. Oleh karena itu akan saya undang semua praktisi, pengamat, dan mereka yang memang secara serius soal ini," ujar Anies, akhir pekan lalu.

Menurut Anies, pemerintah ingin mendapatkan kejernihan dalam menilai praktik pelaksanaan K-13. Dia berharap terjadi dialog antara internal Kemdikbud dengan pihak di luar Kemdikbud.

"Jangan pikirikan ego penyelenggara, ini bukan soal pemerintah atau kementerian. Ini soal anak-anak kita. Oleh karena itu kita lepaskan kepentingan kita, taruh kepentingan anak-anak jadi nomor satu,”katanya.

Ujian Nasional
Menurut Anies, selain K-13, hal lain yang mendapat perhatian masyarakat adalah Ujian Nasional (UN). Oleh karena itu, persoalan UN juga akan dibahas khusus oleh Kemdikbud juga dengan mengundang praktisi dan pengamat pendidikan.

"UN juga sama akan ada diskusi," ucapnya.

Sebelumnya, Koordinator Monitoring Kebijakan Publik ICW Febri Hendri mengatakan mendikbud sebaiknya menghentikan implementasi K-13. Febri beralasan K-13 tidak memiliki paradigma pendidikan yang jelas dan cenderung dipaksakan.

Sampai saat ini implementasi kurikulum masih bermasalah dari segi pengadaan buku yang terlambat. Terjadi pula pungutan ketika penggandaan buku di sekolah.


"Banyak guru mengeluh tidak memahami materi Kurikulum 2013. Alhasil, sebagian sekolah tetap menggunakan Kurikulum 2006 yang lebih dipahami oleh guru,"kata Febri.





Saturday, October 11, 2014

Kurikulum 2013, Hampir Separuh Guru Bekasi Gaptek


Persatuan Guru Republik Indonesia Kota Bekasi mencatat sekitar 40 persen guru di sekolah negeri tak memahami dan menguasai kemampuan teknologi informasi guna mendukung penerapan kurikulum 2013.
Wakil Ketua PGRI Kota Bekasi Dudung Abdul Qodir menyebutkan jumlah guru PNS di wilayah setempat mencapai 4.500. Dari jumlah itu, sekitar 3.000-an ialah guru yang mengajar di sekolah dasar negeri. Rata-rata yang tak paham teknologi ialah guru yang mengajar di sekolah dasar.

"Berdasarkan data, satu sekolah dasar ada 3-4 guru tidak paham," kata Dudung kepada Tempo, Rabu, 13 Agustus 2014. Menurut dia, dalam satu sekolah dasar terdapat sekitar 7-8 guru PNS. Sedangkan guru bantu hanya 2-3 orang. "Setiap guru memegang satu kelas."
Karena itu, ia akan memberdayakan guru bantu agar membantu memberikan ilmu tentang TI. "Kebanyakan guru yang tak paham usianya rata-rata 40 tahun ke atas," ujar Dudung. Mereka, kata dia, di sekolah hanya fokus mengajar, sedangkan penilaiannya secara manual. Padahal, dalam kurikulum 2013 yang diterapkan, semuanya dilakukan secara online.

Dudung mendesak dinas pendidikan setempat supaya memberikan pelatihan kepada guru yang tak paham TI tersebut. Ia juga meminta kepada seluruh guru, baik di sekolah dasar, menengah pertama, maupun atas, memiliki perangkat komputer sendiri. "Sekarang wajib memiliki karena seluruh data harus di-input untuk penilaian kepada siswa," katanya.

Kepala Bidang Bina Program Dinas Pendidikan Kota Bekasi Agus Enaf mengatakan pihaknya meminta gugus dan KKG di setiap sekolah dasar untuk memberikan pembelajaran kepada setiap guru. "Ini tuntutan, semua guru wajib bisa," kata Agus.


Karena itu, kata dia, Dinas Pendidikan mewajibkan setiap guru mempunyai perangkat komputer berikut jaringan Internet-nya. "Karena sudah menjadi kebutuhan," ujar Agus. "Kami juga akan mengadakan komputer di setiap sekolah."



sumber : www.tempo.co

Friday, October 10, 2014

Kurikulum 2013 Tak Sesuai Jargon Pemerintah


Jakarta, HanTer - Menanggapi isi buku kurikulum 2013 yang berisi tentang pembelajaran yang sehat, pengamat pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan jika materi itu bertentangan dengan jargon pemerintah tentang pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013.
"Terlebih ini membuat orangtua khawatir terhadap karakter anaknya. Ini bukti kalau kualitas buku Kurikulum 2013 rendah," terangnya.

Retno menegaskan, jika buku ini meresahkan masyarakat dan tidak sesuai dengan karakter bangsa, maka harus segera ditarik dari peredaran. "Kalau memang meresahkan orangtua harus ditarik oleh Kemdikbud. Penulis dan editor buku harus dimintai pertanggungjawaban," tegas Kepala SMA Negeri 76 Jakarta ini.
Untuk itu, dia mengimbau para orangtua mengawasi anak-anak mereka terhadap materi pelajaran di sekolah. "Pemerintah berarti melakukan kebohongan publik dengan jargon tentang Kurikulum 2013. Katanya membangun karakter, karakter macam apa yang dibangun dari pembelajaran semacam ini," tukas Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini.

Tanggapan keras bahkan muncul dari Jaringan Sekolah Islam Terpadu Indonesia (JSITI). Ketua Umum, JSITI, Sukro Muhab, mengintruksikan seluruh sekolah Islam terpadu tidak menggunakan buku tersebut. Selain itu, dia meminta sekolah-sekolah mengembalikan buku tersebut kepada dinas pendidikan setempat.
"Bahkan seolah-olah diajarkan berpacaran oleh buku ini. Gambarnya pun sosok berbusana muslim. Dengan busana itu, sangat melecehkan Islam, yang jelas-jelas tidak memperbolehkan pacaran," tegas Sukro.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhammad, Nuh, terkesan tak tegas dalam masalah tersebut. Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) itu hanya menyatakan akan melakukan evaluasi, tanpa menyebut akan menarik buku-buku yang dipermasalahkan.

"Terima kasih atas segala masukannya. Kami akan mengevaluasi dan memperkuat materi," katanya singkat.




ditulis kembali sesuai aslinya dari harianterbit.com

Wednesday, October 1, 2014

Heboh : Materi "Matematika" Kelas 5 SD Kurikulum 2013 Terlihat Ngawur



Penghitungan persentase dalam buku kelas 5 SD Kurikulum 2013, Tema 2. "Peristiwa dalam Kehidupan" bagian Subtema 1. "Macam-macam Peristiwa dalam Kehidupan" pada halaman 23 ramai diperbincangkan di media sosial. Contoh soal matematika di buku itu terlihat ngawur.

Buku tersebut mencontohkan harga awal Rp. 18.000 dan harga naik menjadi Rp. 20.000. "Coba bantu Beni menghitung persentase kenaikan harga telur tersebut" tulis buku tersebut.

Dalam buku tersebut dituliskan cara menentukan :
Selisih kenaikan harga = harga akhir - harga awal
Persentase kenaikan
= selisih harga / harga akhir x 100%
= 2.000 / 20.000 x 100% = 1/10 x 100% = 10% (lihat gambar diatas).

Jika ditinjau lebih lanjut, harga awal = Rp. 18.000 dan persentase kenaikan harga = 10%, maka harga setelah mengalami kenaikan menjadi :
18.000 + (10% x 18.000) = 18.000 + 1800 =  Rp. 19.800 bukan Rp. 20.000 (Error).

"Persentase kenaikan sama dengan nilai kenaikan dibagi harga awal dikali 100 persen, bukan dibagi harga akhir. karena yang menjadi rujukan adalah harga awal," jelas Thomas, profesor yang juga ahli di bidang astronomi. (viva)

Persentase kenaikan harga seharusnya = selisih harga / harga awal x 100%. Dalam kasus ini,
2.000 / 18.000 x 100% = 11,11%


Kasihan si Beni yang tidak tahu jika bantuan jawaban yang Ia terima ternyata telah dikorupsi. LOL :D

Saturday, September 27, 2014

Kemendikbud Angkat Bicara Mengenai PR Siswa Kelas 2 SD

Kemendikbud minta Disdik tegur guru salahkan PR Matematika siswa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ikut angkat bicara tentang kasus adanya siswa kelas 2 SD yang pekerjaan rumah (PR) Matematika-nya hanya mendapat nilai 20 meski menurut kakak yang mengajarinya jawabannya benar.
Foto soal PR Matematika itu diunggah di Facebook dan mendapat berbagai reaksi. Ada yang setuju meski terbalik yang terpenting jika dijumlah hasilnya sama. Namun ada juga yang menganggap nilai yang diberikan guru sudah tepat.

Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad, menilai guru agaknya kurang memahami tentang dua aspek penilaian dalam Kurikulum 2013. Pada kurikulum baru itu siswa harus diajarkan kemampuan dan penalaran. Untuk kasus di atas, sebenarnya siswa menggunakan nalarnya.
Ibnu mengatakan, dalam kasus di atas, guru memberikan soal 4+4+4+4+4+4=...x...=.... Menurutnya, untuk menyelesaikan soal itu siswa berhak menjawab sesuai penalarannya yang menurutnya mendekati jawaban yang dimaksud.
Bisa saja si siswa memberikan jawaban sesuai penalarannya, yaitu 4x6 atau 6x4. Itu tidak salah, karena dalam penalaran tidak harus memberikan satu jawaban. Jika dia penalarannya mengasosiasikan 4x6 bisa benar, 6x4 juga benar

Menurutnya guru yang telah mendapat pelatihan Kurikulum 2013 bisa mengimplementasikan penilaian Kurikulum 2013 dengan baik pada siswa. Humas Kemendikbud ini segera mengingatkan pihak Dinas Pendidikan terkait untuk menindaklanjuti kasus ini.

"Seharusnya tidak terjadi itu, tidak musim lagi guru yang tidak sesuai dengan pikirannya lalu dianggap salah. Itukan nalar dia, harusnya penalarannya dihargai gurunya, selama masih masuk nalar boleh dong, kecuali hasilnya menjadi kurang," kata Ibnu.

Jan Eram : "PR Matematika Kelas 2 SD Bikin Heboh!"

PR Matematika kelas 2 SD yang heboh di facebook (foto via yahoo)
Pekerjaan Rumah (PR) Matematika seorang anak kelas 2 Sekolah Dasar (SD) mendadak heboh di jejaring sosial Facebook. Ini bermula dari seorang mahasiswa jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro, Muhammad Erfas Maulana yang tidak terima karena dari 10 soal PR sang adik yang diajarinya hanya mendapat nilai 20.

"Mulai lah saya mengajarkan adek saya cara perkalian yang menurut saya lebih mudah dipahami oleh anak kelas 2 SD, 4+4+4+4+4+4 = 4 x 6 = 24, dengan alasan empatnya ada enam kali. Saat itu saya tidak berpikir posisi angka 4 dan 6, toh hasilnya sama saja, toh soalnya "=....x....=".", tulis Erfas di akun Facebooknya.

Erfas terkejut ketika malam berikutnya, adiknya yang duduk di kelas 2 SD itu mengatakan jika PR yang kemarin dibantu mengerjakannya hanya mendapat nilai 20. Ternyata yang membuat PR adiknya itu disalahkan adalah karena posisi angka 4 dan 6 terbalik. Jawaban yang benar soal 8x8 dan 4x4. Akhirnya, Erfas menggunggah soal tersebut di Facebook.

Foto lengkap dengan penjelasan Erfas ini menyebar di jejaring sosial Facebook dan mendapat berbagai reaksi. Ada yang sejalan dengan pemikiran Erfas, meski terbalik yang terpenting jika dijumlah hasilnya sama. Namun ada juga yang menganggap nilai yang diberikan guru adiknya sudah tepat.
Gara-gara 4 x 6 dan 6 x 4, para profesor pun ikut berdebat.
Gara-gara 4 x 6 dan 6 x 4, para profesor ikut berdebat (ilustrasi via kompas)
PR Matematika milik anak kelas 2 SD di Semarang yang heboh di sosial media ini juga membuat para profesor dan dosen Matematika ikut berdebat. Profesor astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, mengatakan, antara 4 x 6 dan 6 x 4 memang berbeda.
 Gara-gara 4 x 6 dan 6 x 4, para profesor pun ikut berdebat.
"Samakah 4 x 6 dan 6 x 4? Hasilnya sama, 24, tetapi logikanya berbeda. Itu adalah model matematis yang kasusnya berbeda. Konsekuensinya bisa berbeda juga," tulis Thomas dalam akun Facebooknya.

Profesor fisika, Yohanes Surya juga berpendapat sama. Menurutnya, bila diminta mengekspresikan 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 dalam perkalian, maka jawabannya adalah 6 x 4. Itu bukan soal benar salah, melainkan kesepakatan dalam mengekspresikan penjumlahan berulang dalam perkalian.

Iwan Pranoto, dosen Matematika ITB juga ikut berkomentar. Dia mengatakan bahwa 4 x 6 dan 6 x 4 sebenarnya sama saja. Sehingga jawaban bahwa 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6 tidak bisa serta-merta disalahkan. Dalam matematika, menurutnya tidak ada kebenaran, yang ada kesahihan. Jika penalaran sahih, maka bisa diterima walaupun kesimpulannya aneh.



Tuesday, September 23, 2014

Perdebatan soal Angka 4 dalam Perkalian, 4 x 6 atau 6 x 4?


Media sosial Twitter dan Facebook sejak Minggu (21/9/2014) diramaikan oleh sebuah perdebatan Matematika, tepatnya tentang operasi perkalian.

Persoalan dimulai dari posting Muhammad Erfas Maulana, mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Erfas yang membantu adiknya mengerjakan tugas Matematika mempertanyakan alasan guru menyalahkan jawaban sebuah soal.

Dalam soal tugas itu, guru meminta adik Erfas untuk menyatakan 4+4+4+4+4+4 dalam operasi perkalian. 

Adik Erfas menuliskan jawaban bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6. Jawaban itu, menurut Erfas, seharusnya benar. Namun, ternyata sang guru menyalahkan. Menurut guru, jawaban yang seharusnya adalah 6x4.


Karena posting Erfas, muncullah perdebatan seru di media sosial. Mana yang benar, 4x6 atau 6x4?

Saking serunya perdebatan, profesor Matematika dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto, pun turut berkomentar. Ia memberi sedikit kultwit untuk menjelaskan permasalahan itu.

Menurut Iwan, 4x6 ataupun 6x4 sebenarnya sama. Namun, bisa saja salah bila dilihat dalam konteks tertentu.

Iwan memberi ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah "Jika 2x3 = 3+3, tentukan 3x4", maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. "Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah salahkan," katanya lewat akun Twitter-nya.

Namun, Iwan mengungkapkan, bila pertanyaannya hanya 3x4, maka anak bisa menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar.

Dengan demikian, didasarkan pada pendapat Iwan, 4+4+4+4+4+4 bisa saja dinyatakan 4x6 atau 6x4 dalam operasi perkalian. Jawaban adik Erfas dalam tugas Matematika-nya seharusnya tidak disalahkan.

"Cara bertanya guru Matematika di Indonesia mungkin salah. Juga cara mengoreksinya salah," katanya.

Iwan mengatakan, saat ini dibutuhkan pembenahan sikap, budaya, dan cara berpikir guru Matematika. "Mengubah sikap guru Matematika yang luwes bernalar merupakan tantangan bagi institusi penyiapan guru kita, LPTK," ungkapnya.

Dalam Matematika, kata Iwan, tidak ada kebenaran, yang ada kesahihan. Jika penalaran sahih, maka bisa diterima walaupun kesimpulannya aneh.

Akar perdebatan Matematika ini bisa jadi adalah kebiasaan untuk hanya menerima pengertian tunggal, ditetapkan oleh penguasa. "Kita tak berdaya menentukan sendiri," kata Iwan.

Iwan menerangkan, tak cuma dalam perkalian. Dalam pembagian pun dikenal dua pengertian berbeda, misalnya, 125 ÷ 5 tentunya lebih cocok diartikan sebagai partisi. Sedangkan 125 ÷ 25 tentunya lebih cocok dinyatakan pengurangan berulang.


sumber : kompas


Download Kumpulan Soal Penilaian Tengah Semester 2 [ PTS Genap ]
Kelas 1, 2, 3, 4, 5, 6 SD/MI
Tahun 2021 Kurikulum 2013
klik disini *baru



Download Kumpulan Soal Ujian Semester 2 Tahun 2021 Revisi
Kelas 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 SD/MI Kurikulum 2013
klik disini *baru